Dalam rangka menjalankan kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik oleh PLN, perlu dilakukan penertiban pemakaian tenaga listrik atau P2TL, yang merupakan langkah PLN untuk mengurangi terjadinya pelanggaran pemakaian tenaga listrik.
Setiap Unit PLN secara rutin atau khusus melaksanakan P2TL dalam rangka menertibkan penyaluran tenaga listrik untuk menghindari bahaya listrik bagi masyarakat, meningkatkan pelayanan dan menekan susut.
Banyak pemakai tenaga listrik yang tidak menyadari bahwa menjaga keamanan kWh meter milik PLN yang terpasang pada bangunan/persilnya merupakan tanggung jawab pemakai tenaga listrik tersebut.
Dalam banyak kasus, tidak jarang ditemukan adanya pelanggaran pemakaian tenaga listrik dilakukan dengan cara mencantol langsung dari jaringan listrik PLN atau mengotak-atik kWh meter dengan maksud menggunakan tenaga listrik lebih besar dari daya tersambung dan/atau mempengaruhi pengukuran pemakaian tenaga listrik.
Cara-cara tersebut bukan saja melanggar aturan tetapi juga sangat membahayakan keselamatan diri sendiri maupun orang banyak. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 33 Tahun 2014 sebagai dasar hukum pelaksanaan P2TL, yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 088-Z.P/DIR/2016 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik yang telah mendapat pengesahan dengan Keputusan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Nomor 304.K/20/DJL.3/2016. Peraturan Direksi tersebut menggantikan Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 1486.K/DIR/2011.
Dengan dikeluarkannya Peraturan baru tersebut, dilaksanakan sosialisasi di PLN Kantor Pusat (5/10) yang diikuti oleh General Manager beserta jajarannya dari seluruh Unit PLN Distribusi/ Wilayah.
P2TL adalah rangkaian kegiatan meliputi perencanaan, pemeriksaan, tindakan teknis dan/atau hukum dan penyelesaian yang dilakukan oleh PLN terhadap Instalasi PLN dan/atau Instalasi Pemakai Tenaga Listrik dari PLN.
Dalam sambutannya, Kepala Divisi Regional Jawa Bagian Barat Nyoman S. Astawa menyampaikan bahwa kasus pelanggaran pemakaian tenaga listrik banyak terjadi di masyarakat. Banyak kerugian PLN akibat adanya pelanggaran pemakaian tenaga listrik tersebut. Nyoman S. Astawa berharap petugas P2TL menjalankan aturan yang ada karena masyarakat sekarang sudah lebih paham dengan aturan.
Ada beberapa hal yang berubah dari aturan sebelumnya, salah satunya adalah mengenai penangguhan pemutusan sementara bagi pengguna listrik yang terkena P2TL dapat dilakukan apabila menyangkut keselamatan jiwa manusia dan obyek vital nasional.
Selain itu, yang juga berbeda dari aturan sebelumnya adalah apabila pemakai tenaga listrik yang terkena P2TL tidak bersedia diperiksa di Laboratorium yang ditentukan oleh PLN, maka dapat memilih Laboratorium independen yang terakreditasi.
Dalam pelaksanaan P2TL, dapat juga mengikutsertakan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) atau Penyidik Kepolisian Republik Indonesia, Penyidik Kejaksaan atau pihak terkait lainnya.
Dalam hal terdapat keterbatasan jumlah petugas pelaksana lapangan P2TL, maka pelaksanaan P2TL dapat dilakukan dengan kerjasama pihak ketiga, yang memiliki Sertifikat Pelatihan dari Lembaga Independen yang terakreditasi.
Tata cara pelaksanaan P2TL meliputi 3 (tiga) tahap, yaitu : Tahap Pra Pemeriksaan, Tahap Pemeriksaan dan Tahap Pasca Pemeriksaan.
Seperti aturan sebelumnya, terdapat 4 (empat) Golongan Pelanggaran pemakaian tenaga listrik, yaitu :
1. Pelanggaran Golongan I (P I) merupakan pelanggaran yang mempengaruhi batas daya, tetapi tidak mempengaruhi pengukuran energi;
2. Pelanggaran Golongan II (P II) merupakan pelanggaran yang mempengaruhi pengukuran energi, tetapi tidak mempengaruhi batas daya;
3. Pelanggaran Golongan III (P III) merupakan pelanggaran yang mempengaruhi batas daya dan mempengaruhi pengukuran energi;
4. Pelanggaran Golongan IV (P IV) merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh Bukan Pelanggan yang menggunakan tenaga listrik tanpa alas hak yang sah.**
Setiap Unit PLN secara rutin atau khusus melaksanakan P2TL dalam rangka menertibkan penyaluran tenaga listrik untuk menghindari bahaya listrik bagi masyarakat, meningkatkan pelayanan dan menekan susut.
Banyak pemakai tenaga listrik yang tidak menyadari bahwa menjaga keamanan kWh meter milik PLN yang terpasang pada bangunan/persilnya merupakan tanggung jawab pemakai tenaga listrik tersebut.
Dalam banyak kasus, tidak jarang ditemukan adanya pelanggaran pemakaian tenaga listrik dilakukan dengan cara mencantol langsung dari jaringan listrik PLN atau mengotak-atik kWh meter dengan maksud menggunakan tenaga listrik lebih besar dari daya tersambung dan/atau mempengaruhi pengukuran pemakaian tenaga listrik.
Cara-cara tersebut bukan saja melanggar aturan tetapi juga sangat membahayakan keselamatan diri sendiri maupun orang banyak. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 33 Tahun 2014 sebagai dasar hukum pelaksanaan P2TL, yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan Peraturan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 088-Z.P/DIR/2016 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik yang telah mendapat pengesahan dengan Keputusan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Nomor 304.K/20/DJL.3/2016. Peraturan Direksi tersebut menggantikan Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 1486.K/DIR/2011.
Dengan dikeluarkannya Peraturan baru tersebut, dilaksanakan sosialisasi di PLN Kantor Pusat (5/10) yang diikuti oleh General Manager beserta jajarannya dari seluruh Unit PLN Distribusi/ Wilayah.
P2TL adalah rangkaian kegiatan meliputi perencanaan, pemeriksaan, tindakan teknis dan/atau hukum dan penyelesaian yang dilakukan oleh PLN terhadap Instalasi PLN dan/atau Instalasi Pemakai Tenaga Listrik dari PLN.
Dalam sambutannya, Kepala Divisi Regional Jawa Bagian Barat Nyoman S. Astawa menyampaikan bahwa kasus pelanggaran pemakaian tenaga listrik banyak terjadi di masyarakat. Banyak kerugian PLN akibat adanya pelanggaran pemakaian tenaga listrik tersebut. Nyoman S. Astawa berharap petugas P2TL menjalankan aturan yang ada karena masyarakat sekarang sudah lebih paham dengan aturan.
Ada beberapa hal yang berubah dari aturan sebelumnya, salah satunya adalah mengenai penangguhan pemutusan sementara bagi pengguna listrik yang terkena P2TL dapat dilakukan apabila menyangkut keselamatan jiwa manusia dan obyek vital nasional.
Selain itu, yang juga berbeda dari aturan sebelumnya adalah apabila pemakai tenaga listrik yang terkena P2TL tidak bersedia diperiksa di Laboratorium yang ditentukan oleh PLN, maka dapat memilih Laboratorium independen yang terakreditasi.
Dalam pelaksanaan P2TL, dapat juga mengikutsertakan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) atau Penyidik Kepolisian Republik Indonesia, Penyidik Kejaksaan atau pihak terkait lainnya.
Dalam hal terdapat keterbatasan jumlah petugas pelaksana lapangan P2TL, maka pelaksanaan P2TL dapat dilakukan dengan kerjasama pihak ketiga, yang memiliki Sertifikat Pelatihan dari Lembaga Independen yang terakreditasi.
Tata cara pelaksanaan P2TL meliputi 3 (tiga) tahap, yaitu : Tahap Pra Pemeriksaan, Tahap Pemeriksaan dan Tahap Pasca Pemeriksaan.
Seperti aturan sebelumnya, terdapat 4 (empat) Golongan Pelanggaran pemakaian tenaga listrik, yaitu :
1. Pelanggaran Golongan I (P I) merupakan pelanggaran yang mempengaruhi batas daya, tetapi tidak mempengaruhi pengukuran energi;
2. Pelanggaran Golongan II (P II) merupakan pelanggaran yang mempengaruhi pengukuran energi, tetapi tidak mempengaruhi batas daya;
3. Pelanggaran Golongan III (P III) merupakan pelanggaran yang mempengaruhi batas daya dan mempengaruhi pengukuran energi;
4. Pelanggaran Golongan IV (P IV) merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh Bukan Pelanggan yang menggunakan tenaga listrik tanpa alas hak yang sah.**
Posting Komentar